| Diurnal low-grade intermittent fever |
Set point suhu tubuh di hipotalamus meningkat secara bertahap pada sore hingga malam, menyebabkan demam ringan. Menjelang subuh, set point kembali turun sehingga suhu kembali normal. Ini berulang setiap hari mengikuti ritme sirkadian. |
| Keringat malam |
Penurunan set point hipotalamus menjelang subuh menyebabkan tubuh membuang panas berlebih melalui mekanisme vasodilatasi dan aktivasi kelenjar keringat, menghasilkan keringat spontan saat tidur. |
| Penurunan nafsu makan |
Hipotalamus menurunkan aktivitas pusat lapar akibat sinyal tubuh dalam kondisi sakit. Ini bagian dari respons pertahanan alami untuk mengalihkan energi ke sistem imun, meskipun tubuh sebenarnya membutuhkan asupan. |
| Penurunan berat badan |
Akibat asupan makanan menurun dan metabolisme meningkat, tubuh mulai memecah jaringan otot dan lemak sebagai sumber energi. Katabolisme ini berlangsung terus-menerus dan menyebabkan penurunan berat badan bertahap. |
| Fatigue |
Otak menerima sinyal tubuh dalam keadaan stres kronik, sehingga sistem saraf pusat menurunkan aktivitasnya. Tubuh secara fisiologis “menghemat energi” karena mendeteksi ancaman berkelanjutan, menghasilkan rasa letih terus-menerus yang tidak membaik meski sudah istirahat. |
| Anemia penyakit kronik |
Produksi eritrosit di sumsum tulang menurun karena tubuh menahan pelepasan dan penyerapan zat besi. Ini adalah bentuk adaptasi fisiologis terhadap infeksi kronik, menghasilkan anemia normokrom-normositik yang tidak membaik dengan suplemen zat besi. |
| LED meningkat |
Hati memproduksi lebih banyak protein reaktan fase akut seperti CRP dan fibrinogen sebagai respons terhadap peradangan sistemik yang menetap. |
| Hipoalbumin ringan |
Hati saat inflamasi sistemik akan mengalihkan sumber daya untuk membuat protein fase akut positif (seperti CRP) dan menurunkan produksi albumin (protein fase akut negatif). Ditambah malnutrisi dan kehilangan albumin ke jaringan, ini menyebabkan penurunan kadar albumin serum. |